Model konstruktivis tentang
pengetahuan mempunyai implikasi yang penting untuk pengajaran. Pengetahuan
sosial seperti nama-nama hari, nama-nama unsur, dapat diajarkan melalui
pengajaran langsung. Pengetahuan ilmu-ilmu fisik dan matematika tidak dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Model konstruktivis
menghendaki pergeseran yang tajam dari perspektif seorang yang memiliki
otoritas penuh dalam mengajar menjadi seorang fasilitator yaitu pergeseran dari
mengajar dengan pembebanan menjadi mengajar melalu negosiasi ( De Vries and
Zan, 1994 : 193 ; Bodner, 1986 : 14 ; Dahar, 1988 : 192 ).
Jonassen (1994:2) mengemukakan
implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran. Ada delapan hal penting yang
perlu diperhatikan yaitu :
1.
Menyediakan
gambaran-gambaran dari realitas yang ada.
2.
Menyajikan kompleksitas
alamiah dari realitas yang ada.
3.
Fokus pengetahuan
terletak pada proses konstruksi bukan reproduksi.
4.
Memberikan tugas-tugas
yang sifatnya otentik bukan bersifat abstraksi.
5.
Pembelajaran terfokus
pada kasus-kasus alamiah dan nyata.
6.
Memperhatikan refleksi
pebelajar dalam mencerna informasi.
7. Muatan (content) dan konteks (context) pembelajaran
tergantung konstruksi pengetahuan.
8. Konstruksi kolaborasi (collaborative construction) pengetahuan dilakukan dengan melakukan negosiasi
sosial.
Implikasi dari teori
konstruktivis dalam proses pembelajaran adalah pebelajar melakukan proses aktif
dalam mengkonstruksi gagasan-gagasannya menuju konsep yang bersifat ilmiah.
Pebelajar menyeleksi dan mentransformasi informasi, mengkonstruksi
dugaan-dugaan (hipotesis) dan membuat suatu keputusan dalam struktur
kognitifnya. Struktur kognitif (skema, model mental) yang dimiliki digunakan
sebagai wahana untuk memahami berbagai macam pengertian dan pengalamannya. Ada
beberapa aspek utama dalam upaya mengimplementasikan teori konstruktivis ini
dalam pembelajaran, yaitu : (a) siswa sebagai pusat dalam pembelajaran, (b)
pengetahuan yang akan disajikan disusun secara sistematis dan
terstruktur
sehingga mudah dipahami oleh siswa, (c) memanfaatkan media yang baik (Bruner,
2001 : 12).
Implikasi konstruktivis
dalam pembelajaran sains adalah (1) seleksi (selection),
pembelajaran berbasis pada seleksi pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya,
(2) perhatian (attention), guru harus memperhatikan pengalaman-pengalaman
tersebut dengan baik, (3) masukan sensori (sensory input),
guru harus mampu merefleksikan masukan sensori tersebut dengan
pengalaman-pengalaman yang dimiliki pebelajar sehingga guru mengetahui cara
mengkonstruksinya, (4) membangkitkan hubungan (generating links) pengalaman yang telah dimiliki digali dan dihubungkan
dengan masukan sensori baru, (5) konstruksi (constructing meaning), sensori yang terseleksi selanjutnya dikonstruksi, (6)
evaluasi konstruksi (evaluation of
construction) evaluasi dilakukan untuk mendeteksi
keberhasilan proses konstruksi, (7)
penggolongan (subsumption), menggolongkan hasil konstruksi ke dalam memori, (8)
motivasi (motivation), siswa akan mendapatkan motivasi bila proses konstruksi
mampu meningkatkan konsep ilmiahnya (Bell, 1993 : 71-77).
Transformasi pengetahuan
dalam konstruktivisme adalah pergeseran siswa sebagai penerima pasif informasi
menjadi pengkonstruksi aktif dalam proses pembelajaran. Pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif, suatu realita melalui kegiatan
mental seseorang. Pengetahuan yang dimiliki siswa digunakan untuk membuat suatu
hipotesis-hipotesis, menguji teori dan membuat suatu kesimpulan-kesimpulan
(Anonim, 2002 : 5). Pengetahuan yang dibangun dalam pikiran pebelajar didasarkan
atas strukturstruktur kognitif atau skema yang telah ada sebelumnya, memberi
basis teoretis untuk membedakan antara belajar bermakna dan belajar hafalan.
Belajar secara bermakna, individu-individu harus memilih untuk menghubungkan
pengetahuan baru dengan konsep-konsep yang relevan dan proporsi-proporsi yang
telah mereka ketahui. Dalam belajar hafalan, pengetahuan baru mungkin dapat
dikuasai secara lebih sederhana dengan jalan mengingat kata demi kata secara
harfiah dan arbitrer untuk digabungkan ke dalam struktur pengetahuan yang
berinteraksi dengan apa yang sudah ada sebelumnya (Bodner, 1986 : 15).
Belajar menurut model
konstruktivis merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pikirannya.
Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman
pengalaman yang telah dimilikinya. Proses belajar dalam model konstruktivis
bercirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Suparno, 1997:61).
- Belajar berarti memberi makna. Makna
yang diciptakan oleh siswa berasal dari apa yang mereka lihat, dengar,
rasakan dan alami. Konstruksi ini dipengaruhi pengertian yang telah
dipunyai.
- Konstruksi arti adalah proses yang terus
menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru,
akan diadakan rekonstruksi baik secara kuat maupun lemah.
- Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan
fakta melainkan lebih merupakan suatu pengembangan pemikiran dengan
membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan
melainkan merupakan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan menuntut
penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
- Proses belajar yang sebenarnya terjadi
pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut.
- Hasil belajar dipengaruhi oleh
pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.
- Hasil belajar seseorang tergantung pada
apa yang telah diketahui siswa mengenai konsep-konsep, tujuan dan motivasi
yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Fosnot (dalam,
Suparno 1997 : 62) mengemukakan bahwa bagi kaum konstruktivis, belajar adalah
suatu proses organik untuk menemukan sesuatu bukan suatu proses mekanik untuk
mengumpulkan fakta. Belajar itu merupakan suatu perkembangan pemikiran dengan
membuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswa harus memiliki pengalaman
dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan
persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan
refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan untuk
mengkonstruksi informasi yang baru. Siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri
dan guru membantu sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran.
Dalam
kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran, fungsi dan peran guru menurut Sadia (2000
: 11-12) adalah sebagai berikut.
- Menyiapkan kondisi yang kondusif bagi
terjadinya proses belajar dengan menyajikan problem-problem yang menantang
bagi siswa.
- Berupaya untuk menggali dan memahami
pengetahuan awal siswa dan menggunakannya sebagai rujukan dalam merancang
dan mengimplementasikannya dalam pembelajaran.
- Berusahan untuk merangsang dan memberi
kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengemukakan gagasan dan
argumentasinya agar tercapainya negosiasi makna.
- Lebih menekankan pada masuk akal atau
tidaknya argumentasi yang dikemukakan siswa, bukan pada benar atau
salahnya respon siswa.
- Menghindarkan siswa pada cara belajar
menghafal (root learning) dan mengarahkan agar pembelajaran
terjadi melalui asimilasi dan akomodasi.
- Menyiapkan dan menyajikan konflik
kognitif untuk mengubah prakonsepsi siswa yang miskonsepsi menuju konsepsi
ilmiah.
Jadi implikasi model konstruktivis dalam
pembelajaran adalah kegiatan aktif siswa dalam usaha membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari. Ini
merupakan proses menyesuaikan konsep dan ideide baru dengan kerangka
berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Menurut konstruktivisme siswa
bertanggung-jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertian yang lama
dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa
yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang
telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran fisika dapat berupa
demonstrasi dan eksperimen di laboratorium yang titik acuannya adalah prior
knowledge dan
miskonsepsi-miskonsepsi siswa.