Mau cepet secepat kilat aplikasi download berbagai macam file, data, program android kalian silahkan di download
LAPORAN KEGIATAN
PRAKTEK OUTDOOR EDUCATION
“SAMPAH
BUKTI AKTIFITAS MANUSIA”
Oleh:
Winarno, M.Pd.Si
PROGRAM
PASCASARJANA S2 PENDIDIKAN IPA
UNIVERSITAS
BENGKULU
TAHUN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.TUJUAN
1.Mampu
menjelaskan arti pentingnya terminology “ no-impact” dan “non-consumption” land
use (tata guna lahan yang tidak berdampak dan tidak berkurang SDA-nya)
2. Membandingkan dua tipe bukti yang ditemukan di
dua lokasi tataguna lahan yang berbeda
B. LATAR BELAKANG
Penanganan sampahdi daerah pantai
sangat kompleks, setidaknya ada 3 hal yang mempengaruhi yaitu sampah dari
masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas di wilayah pantai, sampah
kiriman dari wilayah daratan atas (up land) yang mengalir dari selokan yang
bermuara ke pesisir dan pantai, serta sampah kiriman dari daerah pesisir lain
yang berdekatan, akibat dari pola sirkulasi arus air.”
Dewasa
ini, perkembangan kota memperlihatkan kecenderungan kembali ke pantai, yang
kemudian oleh banyak ahli perkotaan mengembangkan konsep Kota Pantai seperti
garden city, agropolitan, water frontcity, river side city dan lain-lain, yang
kesemuanya menghendaki terwujudnya sustainable ecocity development. Sebagai
kota pantai maka dalam sistem tata ruang, kegiatan pembangunan tentunya
terpusat di pantai.
Hal
ini mengakibatkan kawasan pantai sering mendapat tekanan berat akibat dari
kegiatan pembangunan dan kelebihan populasi. Salah satu masalah klasik yang
hingga saat ini menghantui wajah kota pantai termasuk Bengkulu tepatnya di
Pantai Panjang, adalah penanganan sampah pesisir.
Setidaknya
ada 3 hal yang mempengaruhi timbulan sampah pesisir diantaranya : Pertama,
kesadaran masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas di lingkungan
pesisir, sering menganggap wilayah pantai sebagai tempat pembuangan sampah yang
gratis, relatif murah dan mudah (praktis).
Hal
ini selain disebabkan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir,
rendahnya pendidikan, tingkat kesehatan yang tidak memadai, juga kurangnya
informasi tentang kebersihan lingkungan, telah menyebabkan perairan pesisir
menjadi “keranjang sampah” dari berbagai macam kegiatan manusia baik yang
berasal dari dalam wilayah pesisir maupun di luarnya (lahan atas dan laut
lepas). Akibatnya pembuangan sampah sembarangan telah mengurangi nilai
keindahan dan kenyamanan “kemolekan” lingkungan pantai.
Kedua,
sebagai outlet dari daratan, sampah pesisir tidak bisa dilepaskan dari lahan
atas (up land). Aktivitas manusia di wilayah daratan (land based activity),
seperti membuang sampah di selokan
secara langsung menyebabkan terjadinya banjir, dan pada gilirannya sampah
tersebut bermuara ke wilayah pesisir. Ketiga, sebagai kota pantai,
sampah-sampah pesisir juga tidak dapat dilepaskan dengan pola sirkulasi arus
air sehingga mempengaruhi keberadaan sampah. Untuk itu juga perlu ada kerjasama
antar Pemerintah Daerah, seperti peraturan daerah bersama terhadap model
penanganan sampah pesisir.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian Sampah, Pengelolaan
Sampah dan Kawasan Pesisir
Kata sampah sudah merupakan hal yang
lumrah, mendengar kata sampah sudah terbesit dalam pikiran kita bahwa sampah
itu merupakan sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi dan ingin dibuang. Namun
menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Seperti yang telah diketahui secara
umum,bahwa sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan
manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada
pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang
serius.
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan
, pengangkutan , pemrosesas, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material
sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari
kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap
kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk
memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat ,
cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahl ian khusus untuk masing
masing jenis zat.
Definisi kawasan pesisir dari pendekatan ekologis adalah
daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian
daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat
laut seperti angin laut, pasang surut dan intrusi air laut; sedangkan batas ke
arah laut mencakup bagian perairan pantai sampai batas terluar dari paparan
benua yang masih dipengaruhi oleh proses alamiah yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar serta proses yang disebabkan oleh kegiatan
manusia, misalnya penggundulan hutan, pencemaran industri/domestik, limbah
tambak, atau penangkapan ikan. Jika dilihat dari pendekatan administrasi,
kawasan pesisir adalah kawasan yang secara administrasi pemerintahan mempunyai
batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota dan ke arah
laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiganya untuk
kabupaten atau kota.
Praktek pengelolaan sampah berbeda
beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan
daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan
institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya
ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
B. Pembagian Sampah Padat
Sampah
padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut:
1.Berdasarkan zat kimia yang
terkandung di dalamnya,
a)Organik, misalnya, sisa makanan.
b)Anorganik, misalnya, logam,
pecah-belah, abu dan lain-lain.
2.Berdasarkan dapat atau tidaknya
dibakar
a)Mudah tertbakar, misalnya: Kertas
pelastik, daun kering, kayu.
b)Tidak mudah terbakar, misalnya
kaleng, besi, gelas dan lain-lain.
3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk
a)Mudah membusuk misalnya, makanan, potongan daging, dan
sebagainya.
b)Sulit membusuk, misalnya, plastic, kaleng, karet dan
sebagainya.
4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah
1)Garbage, terdiri dari zat-zat yang
mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas.
Proses pembusukan sering kali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat
ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar dan sebagainya.
2)Rubbish, terbagi menjadi dua
(1)Rubbish mudah terbakar terdiri atas
zat-zat organic, misalnya kertas, kayu, karet, daun kering dan sebagainya.
(2)Ashes, semua sisa pembakaran dari
industry Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktifitas mesin
atau manusia.
(3)Dead animal, bangkai binatan
besar(anjing, kucing dan sebagainya yang mati akibat kecelakaan).
(4)House hold refuse, atau sampah
campuran (misalnya garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
(5)Abandoned vehicle, berasal dari
bangkai kendaraan.
(6)Demolision waste, berasal dari sisa
pembangunan gedung.
(7)Kontructions waste, berasal dari
sisa-sisa pembangunan gedung seperti tanah, batu dan kayu.
(8)Sampah industry, berasal dari
pertanian, perkebunan dan industry.
(9)Santage solid, terdiri atas
benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organic pada pintu masuk
pusat pengolahan limbah cair.
(10)Sampah khusus, atau sampah yang
memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Jumlah Sampah:
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk bergabtung pada
aktivitas dan kepadatan penduduk. Smakin padat penduduk, sampah semakin
menumpuk Karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin
meningkat aktivitas penduduk,sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya
pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebaginya.
2.Sistem pengumpulan atau pembuangan
sampah yang dipakai.
Pengumpulan sampah dengan
menggunakan gerobak lebih lambat jika dibandingkan dengan truk.
3.Pengambilan bahan-bahan yang ada
pada sampah untuk dipakai kembali.
Metode ini dilakukan karena bahan
tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi
pengambilan dipengaruhi oleh keadaan , jika harganya tinggi, sampah yang
tertinggal sedikit.
4.Factor geografis.
Lokasi tempat pembuangan apakah di
daerah pegunungan, lembah pantai, atau di daratan rendah.
5.Faktor waktu.
Bergabtung pada factor harian,
mingguan, bulanan, atau tahuna. Jumlah sampah per hari bervariasi menurut
waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih banyak dari pada jumlah di
pagi hari, sedangkan sampah di daerah pedesaan tidak begitu bergabtung pada
factor waktu.
6.Faktor social ekonomi dan budaya
Contoh, adat-istiadat dan taraf
hidup dan mental masyarakat.
7. Pada musim hujan, sampah mungkin
akan tersangkut pada selokan,pintu, air, atau pennyaringan air limbah.
8. Kebiasaan masyarakat
Contohnya jika seseorang suka
mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman, sampah makanan itu akan
meningkat.
9. Kemajuan teknologi.
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat.
Contoh, plastik, kardus, rongsokan, AC, TV dan sebagainya.
10. Jenis sampah.
Makin maju tingakt kebudayaan suatu masyarakat, semakin
kimpeks pula jenis sampahnya.
D. Sumber Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi
ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut:
1.Pemukiman penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya
dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu daerah.
Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses
pengolahan makanan
2.Tempat umu dan tempat perdagangan
Tempat umum adlah tempat yang
memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat
perdagangan. Jenis sampah yang diahasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan,
sampah kering, abu, sampah khusus dan terkadang sampah berbahaya.
3.Saran layanan masyarakat milik pemerintah
Saran layanan yang dimaksud antara
lain tempat hiburan dan umum, jalanan umum, tempat parker, tempat layanan
kesehatan, pantai tempat berlibur, dan saran apemerintahan yang lain. Tempat
tersebut biasanya menghasilkan sampah khususu dan sampah kering.
4.Industry berat dan ringan
Dalam pengertian ini termasuk
industry makanan dan minumana, industry kayu, industri kimia, industry logam,
tempat pengolahahn air botol dan air minum, dan kegitan industri lainnya.
Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, samapah kering,
dan sampah berbahaya lainnya.
5.Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau
binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah yang
mengasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian,
pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
BAB
III
PROSEDUR
PERCOBAAN
3.1 Bahan Yang
Digunakan :
1.Clipboard
dan pensil
2.Hanout
aktivitas 4
3.Tas
plastik
3.2 Sebelum Kegiatan
Diskusikan dengan rekan
arti dari “no –impact” (tidak berdampak) yaitu tidak ada bukti kegiatan manusia
di area tersebut. Siswa bisa juga diberi pengertian tentang “low-impact” yaitu
ada kegiatan manusia tetapi sangat sedikit dampaknya. Penggunaan lahan yang “
Non-consumptive”(tidak terkonsumsi) adalah pemakain lahan yang tidak terjadi
pengurangan atau kehilangan fungsi sumber daya alamnya (misalnya pemotretan
alam, hiking, bird watching dll). Penggunaan lahan yanh konsumtif berarti
terjadi kehilangan atau pengurangan sumber daya alam yang ada (misalnya pengambilan
bunga, menebang pohon, membakar kayu dll)
3.3 Cara Kerja :
1.Peserta
di ajak ke dua areal yang berdekatan dan terdapat perbedaan tipe dampak
kegiatan manusia (misalnya di kawasan hutan wisata pantai panjang terdapat dua
area yang masih relative belum banyak kegiatan manusia dan area wisata)
2.Peserta
dibuat berpasangan berbaris dengan lengan dipanjangkan, dihitung satu-dua,
sampai habis terbagi
3.Diperintahkan
peserta untuk berjalan dengan ketentuan siswa pertama mengamati dan mencatat
apa yang terdapat di jalurnya dan diisikan ke handout 4. Sedangkan orang kedua
memasukkan bukti ke dalam tas plastic
4.Jika
siswa sampai di titik akhir jalurnya, suruh kembali ketempat semula dan
dilaporkan bukti apa yang diperoleh
5.Didiskusikan
dengan pasangannya temuan –temuan apakah pemanfaatan area tersebut dapat
dikategorikan ke “no-impact” atau “non-comsumptive” land use.
6.Peserta
membuat tulisan beberapa paragraph untuk membandingkan temuannya di dua area
yang berbeda.
BAB
IV
HASIL
dan PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Data bukti terdapat
kegiatan manusia
Bukti
Yang Ditemukan
Kemungkinan
Kegiatan Manusia
Penggunaan Konsumtif
(√)
Penggunaan Tidak Konsumtif (√)
Odol
√
√
-
Plastik
supermi
√
√
-
Pempers
√
√
-
Plastik Pembalut
wanita
√
√
-
Tisu basa
galon
√
√
-
Baju
√
√
-
Rumput laut
√
-
√
Bambu
√
-
√
4.2Pembahasan
Dari hasil yang didapat dilapangan menunjukkan
adanya sampah yang berasal dari
aktivitas manusia seperti odol, plastik
supermi, pempers, pembalut wanita, tisu basa gallon, baju yang tergolong dalam
penggunaan konsumtif serta rumput laut dan batang bambo sebagai penggunaan
tidak konsumtif.
Berdasarkan data pengamatan
menunjukkan bahwa dengan adanya penggunaan lahan di pantai panjang terjadi
penggunaan lahan yang konsumtif yakni adanya kehilangan atau pengurangan sumber daya alam yang ada dapat dibuktikan
dengan ditemukannya rumput laut.
Hasil kajian BLH (Badan Lingkungan
Hidup), terdapat beberapa masalah terkait pengelolaan sampah pesisir,
diantaranya: konsentrasi peningkatan penduduk di wilayah pesisir; Pola konsumsi
masyarakat belum mengarah pada pola-pola yang berwawasan lingkungan, seperti
penggunaan kemasan berupa kantong plastik, kaleng, dll yang bersifat non
biodegradable masih tinggi; Belum adanya pemberian kesempatan pada masyarakat
dan swasta dalam pengelolaan sampah (dalam koridor pelayanan publik); Rendahnya
jumlah dan kualitas sarana & prasarana pengelolaan sampah; Belum
berkembangnya mekanisme insentif-disinsentif; Pengelolaan sampah dengan model
3R (Reuse, Reduse dan Recycle) belum berjalan baik; Upaya pengelolaan sampah
belum terintegrasi sebagai bagian dari pengendalian pencemaran; serta belum adanya
kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten (master plan) dalam
pengelolaan sampah perkotaan (khususnya pesisir).
Problem
mendasar yang dirasakan adalah masih rendahnya kesadaran sebagian orang
terhadap kebersihan lingkungan yang sering menganggap sungai, laut atau badan
air sebagai tempat pembuangan sampah yang gratis, sehingga estetika dari suatu
kota pantai menjadi sirna dan menyebabkan nilai sektor pariwisata menjadi turun
akibat limbah yang masuk ke pantai.
Padahal
salah satu daya tarik kota pantai adalah keindahan dari pantai itu sendiri baik
kebersihan air lautnya maupun penataan ruang terbuka hijaunya sehingga
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh stakeholders.
Selain itu, pencitraan kota pantai harus terlihat dari penataan, tingkat
kebersihan dan keindahan kawasan pantai. Dan salah satu kunci dalam pengelolaan
kebersihan dan keindahan lingkungan pantai adalah peningkatan pemahaman
perencanaan kota (manajemen) dan pelaku pembangunan akan pentingnya nilai
strategis sumberdaya pesisir bagi kelangsungan pembangunan.
Sejatinya,
pengelolaan sampah pesisir perlu dielaborasi lebih jauh dengan mempertimbangkan
beberapa aspek yaitu Aspek Teknis, Aspek Kelembagaan, dan Aspek Manajemen dan
Keuangan. Dengan 3 aspek ini, dapat dilakukan suatu rencana tindak (action
plan) yang meliputi:
(1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah
pesisir dan metoda penanganannya
(2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan
persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir)
(3) Memisahkan peran pengaturan dan
pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar
lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan,
(4) Menggalakkan program Reduce,
Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa
mendatang,
(5) Melakukan pembaharuan struktur
tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui
kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan
struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan
(6) Mengembangkan teknologi
pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai
tambah ekonomi bagi bahan buangan.
Banyak
rencana kota yang bagus tetapi dalam era perubahan yang begitu cepat menjadi
tidak aplicable atau dalam kurun waktu tertentu sudah tidak dapat menampung
aspirasi pembangunan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan
pembangunan suatu perkotaan. Pembangunan yang ada di ekosistem kota
pantai memerlukan kualitas lingkungan yang baik. Dengan demikian, setiap
kegiatan perlu diukur sedemikian rupa sehingga dapat berjalan secara bersamaan
dan serasi dan ramah lingkungan.
BAB
V
KESIMPULAN
1.Kegiatan
seperti pemotretan alam, menikmati pemandangan (bermain pasir di tepi pantai)
termasuk dalam terminology “ no-impact” dan “non-consumption” land use (tata
guna lahan yang tidak berdampak dan tidak berkurang SDA-nya),
2.Terdapat
dua tipe bukti yang ditemukan di dua
lokasi tataguna lahan yang berbeda
Jawaban Pertanyaan:
1)Bagaimana
sebuah lokasi/area dapat diproteksi dari kerusakan yang diakibatkan oleh
manusia?
Jawaban:
Pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup harus ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum
yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan
etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap.
Penerapan prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam pembangunan nasional memerlukan kesepakatan semua pihak
untuk memadukan pilar pembangunan secara proposional. Konsep pembangunan
berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa
pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan
hidup.Oleh sebab itu
diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara
lingkungan dan manusia saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
2)Peran
apa yang bisa dilakukan oleh dinas/instansi pemda untuk membantu perlindungan
SDA?
Jawaban:
Pengelolaan
sampah pesisir perlu dielaborasi lebih jauh dengan mempertimbangkan beberapa
aspek yaitu:
1.Aspek
Teknis
2.Aspek
Kelembagaan
3.Aspek
Manajemen dan Keuangan
Dengan
3 aspek ini, dapat dilakukan suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi:
1)Melakukan pengenalan karekteristik sampah pesisir dan metoda
penanganannya
2)Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara
terpadu(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir)
3)Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang
ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan
reward & punishment dalam pelayanan
4)Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar
dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang,
5)Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan
prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan
tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda
bagi setiap tipe pelanggan
6)Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih
bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan
buangan.
3)Peran
apa bagi masyarakat maupun LSM baik lokal maupun internasional dalam
perlindungan SDA?
Jawaban:
Pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang berbasis masyarakat seringkali terfokus pada pengembangan,
transformasi atau penguatan kelembagaan masyarakat, sehingga proses
identifikasi kelembagaan lokal yang ada dan menganalisisnya untuk mengetahui
sejauh mana kelembagaan tersebut berhubungan dengan upaya pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan.
(i)Meningkatkan kesadaran (masyarakat)
mengenai pentingnya menanggulangi kerusakan lingkungan;
(ii)Meningkatkan kemampuan (masyarakat)
untuk berperan serta dalam pengembangan rencana penanggulangan kerusakan
lingkungan secara terpadu yang sudah disetujui bersama;
(iii)Masyarakat setempat memilih
dan mengembangkan aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan; dan